Sabtu, 04 Juni 2011

Negara Hukum Pancasila

Negara Hukum Pancasila
Perdebatan tentang pancasila sebagai dasar Negara Indonesia telah berlangsung lama, bahkan perdebatan ini sudah dimulai sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Dalam sidang – sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia seringkali pembahasan tentang dasar Negara membuat tensi persidangan naik. Hal ini dapat kita pahami karena Indonesia merupakan suatu Negara yang sangat majemuk, paling tidak terdapat tiga golongan ideology besar yang berjuang bersama untuk mengusir penjajah, yaitu golongan nasionalis, golongan agamis, dan terakhir golongan komunis. Sehingga pandangan politik ke tiga golongan tersebut harus terakomodir dengan baik demi menjaga persatuan nasional, sehingga kemerdekaan bisa tercapai. Maka tidak mengherankan dikemudian hari Soekarno pernah berkata bahwa pancasila merupakan manifestasi ajaran agama Islam. Di waktu yang berbeda Bung Karno juga mengatakan didepan golongan komunis, bahwa pancasila sejatinya adalah konsep Internasionale. Yang pada akhirnya melahirkan konsep Nasakom. Suatu konsep yang menjadi titik awal kejatuhan orde lama. Orde baru dimulai dengan pembersihan golongan komunis sampai ke akar rumpun. Walaupun hanya menyisakan dua golongan saja yaitu nasionalis dan golngan agamis, tidak membuat perdebatan ini sampai ke babak final.
Teori Negara hukum memandang bahwa hukum haruslah menjadi panglima tertinggi dalam suatu Negara, hal ini juga berarti bahwa politik berada dibawah kendali hukum yang ada, atau dengan kata lain baik penguasa atau pun rakyat jelata berada dibawah satu Negara yang dipayungi hukum sebagai koridor pembatas pelaksanaan institusi – institusi Negara. Karena itu, suatu Negara hukum memiliki unsur – unsurnya seperti, supremasi hukum, persamaan dimuka hukum, penghormatan terhadap hak asasi manusia serta pelaksanaan kenegaraan yang demokratis.
Berdasarkan pandangan Strong tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa konstitusi atau UUD sebagai kumpulan asas – asas (hukum), didalamnya mengandung 3 (tiga) hal, yaitu : (1) pengaturan tentang kekuasaan pemerintah, (2) hak – hak yang diperintah, dan (3) hubungan antara pemerintah dengan rakyat. Dengan demikian konstitusi/UUD menjamin aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara.
Teori Negara hukum memang dipelopori oleh dunia Barat, maka implikasinya adalah model demokrasi kita diadopsi langsung dari Barat. Disinilah letak permasalahannya, bahwa kultur Indonesia tentu saja berbeda dengan kultur Barat. Indonesia tidak boleh bergerak kearah individualis dan liberalis seperti penopang demokrasi Barat, karena demokrasi Indonesia bersendikan gotong royong. Sehingga yang terasa adalah aroma kolektivisme bukan individualisme.
Hatta mengemukakan sebagai berikut : “Berdasarkan kepada pengalaman yang diperoleh dibenua Barat, dan bersendi pula kepada susunan masyarakat desa Indonesia yang asli, kita dapat mengemukakan kedaulatan rakyat yang lebih sempurna sebagai dasar pemerintahan Negara Republik Indonesia. Kedaulatan rakyat kita meliputi kedua – duanya : demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dengan mudah kita dapat mengemukakannya, oleh karena masyarakat kita tidak mengandung penyakit individualisme. Pada dasarnya masyarakat Indonesia masih bersendi kepada kolektivisme”.
Maka dari itu, Indonesia memiliki konsesi tersendiri tentang dasar Negara yaitu Pancasila.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Segala produk hukum yang akan dilahirkan tidak boleh menyimpang dengan ajaran agama, Indonesia memang bukanlah Negara agama, tetapi dengan adanya sila pertama ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah Negara yang beragama. Implikasinya adalah jaminan hukum bahwa setiap warga Negara berhak menentukan agamanya tanpa ada paksaan dan melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang telah dipilihnya tersebut. Dengan sendirinya paham ateis tidak boleh ada di Negara Indonesia.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Negara harus menjamin adanya penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia baik aktif maupun pasif. Negara juga harus menjamin adanya supremasi hukum disertai peradilan yang bebas dan independen. Karena itu bangsa Indonesia harus berjalan diatas rel kebenaran dan keadilan.
3. Persatuan Indonesia. Sila ini dipertegas dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menegaskan bahwa perbedaan tidak menjadi alasan rakyat Indonesia tidak bersatu. Hal ini bukan berarti harus ada system sentralisasi, konsep desentralisasipun bisa menjamin tegaknya NKRI, dan konsep desentralisai pun hanya untuk menjembatani kepentingan daerah – daerah yang berbeda.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Sila ini mengharuskan adanya pemilu yang lepas dari semua bentuk intervensi, dan konsep permusyawaratan perwakilan ini mensinyalir budaya mufakat dan gotong royong yang sangat kental, dan mengisyaratkan adanya lembaga control pemerintah yang dipilih oleh rakyat, namun tetap bersifat perwakilan bukan direct demokracy . sila ini juga menepis sifat liberalism dan individualism.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Negara wajib memastikan adanya pemerataan distribusi ekonomi bagi seluruh lapisan rakyat, hal ini juga berarti asset yang mengatur hajat hidup rakyat banyak dikuasai Negara demi kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan demikian fakir miskin, tuna wisma dan anak yatim benar – benar dipelihara Negara.

Jika ke 5 prinsip ini dijalankan dengan benar, niscaya Kemerdekaan Rakyat 100% bisa tercapai.

Tidak ada komentar: